Kuliah Perdana (pengalaman kuliah lagi)


“Oke! saya ingin tau sejauh mana kalian memperhatikan dan menururti (mengikuti) perintah saya. Ayo! Silahkan Tulis!” kata pak “X” (saya lupa namanya) Dosen Ilmu Jiwa memulai perkuliahan, padahal kenalanpun belum. Saya segera mengambil kertas dan Ballpoint. Saya pikir ini dosen pasti bakal nyebelin.

“(1)Tulis tiga bilangan berbeda, dimana bilangan ketiga, lebih besar dari bilangan pertama!” perintahnya, sayapun menulis 7 5 3.

“Sudah?!” tanyanya,

“Sudaaahh…!”

“Baik, sekarang, (2) balik/tukar posisi bilangan pertama dan ketiga!” lanjutnya. Halah…. Saya sudah nebak. Ini permainan angka yang pernah saya baca di buku Sulap kelas 1 SMA dulu, dan pernah juga dipake Dedy Corbuizer untuk sulapnya melalui TV. Prinsipnya, berapapun bilangan (atau angka lebih tepatnya) yang anda tulis, jika mengikuti langkah-langkan yang sudah ditentukan tersebut, kamu akan dapetin satu hasil yang sama, yaitu 1089. Pernah tau?! Baik, untuk menghilangkan penasaran anda, saya lanjutkan saja perintahnya, andapun boleh mengikutinya, atau nanti dicoba setelah saya selesai.

Maka, sayapun menulis, 3 5 7.

“Sudah?!”

“Sudaaahh…!”

“Baik.. sekarang, (3) kurangkan 3 bilangan pertama dgn 3 bilangan kedua! Perintahnya lagi. Sayapun manut. So 753 - 357 = 396.

“(4) selanjutnya, sekali lagi, balik hasil yang kamu dapatkan dari pengurangan tadi! dan jika sudah, kemudian jumlahkan!” 396, dibalik jadi 693,

396 + 693 = 1089

“Ayo cepat! Nanti waktunya keburu habis!” tuh kan, mulai nyebelin.

“Sudah pak!”

“Oke. Saya mau tau hasilnya. Kamu?!” Tanya pak “X” sama Haris, yang duduk disebelah saya.

“satu nol delapan sembilan!”

“kamu?!” tanyanya pada saya.

“seribu delapan puluh sembilan pak!”

“Ya, ada yang beda hasilnya?!”

“Saya pak, bla bla bla… (saya lupa berapa)!”

“Ya! Kamu yang salah!” Peww! Si penjawab manyun.

“yang bener adalah satu nol delapan sembilan. Berarti kamu kurang memperhatikan instruksi saya tadi yah!” Judge-nya.

“Oke. Sekali lagi, tulis………!” begitulah kira-kira cerita pertama saya mengalami lagi bangku kuliah. Grogi, aneh, atau apalah namanya perasaan campur aduk dalam benak saya, ngrasa,,, gimanaa… gitu. Duduk didalam ruangan, dengerin dosen ngajar. Ahh… Aneh pokoknya!

Oya, ada yang mau nyoba “permainan” pak X diatas?! Ikuti saja sesuai langkah2 yang diberikan dalam cerita diatas, urutannya sudah saya kasih nomer (1) – (4). Maka saya yakin, berapapun 3 angka yang anda tulis, hasilnya adalah pasti 1089. Sebenernya pak X ngasih permainan angka sekali lagi, yaitu mbolak-mbalik dari perkalian, penumlahan, pembagian dan pengurangan dimana hasil akhirnya adalah bilangan (pertama) itu sendiri. Setelah maen-maen angka, ternyata kuliah tidak langsung dimulai juga, pak X ngajak maen-maen sekali lagi.

“Kamu! Sini!” katanya dengan nada keras, menngarah kesaya. Sayapun bangun. Kemudian dipegangnya tangan saya, saya diajak keluar ruangan, ih, mau ngapain sih ini Dosen?! Pikir saya curiga.

“Sudah, cukup! Sekarang dengerin cerita saya!” katanya setelah saya berada di luar ruangan, di depan pintu. Ouh, pasti maen-maen lagi. Ntar disuruh menceritakan ulang Insting saya, lagi-lagi sudah bisa menebak.

“Ada dua orang karyawan sebuah perusahaan, perusahaana rokok katakanlah. Namanya,,, Nancy dan Fatimah. Fatimah sudah bersuami, sedangkan Nancy, adalah perawan Tua. Pada suatu hari, tanggal 15 Januari, saat jam istirahat kedua karyawan ini keluar/ke kantin untuk makan-makan.” Katanya sambil setengah bisik2.

“Nah, saat makan-makan ini, si Nancy bercerita sama Fatimah. Fatimah, saya ingin cerita sama kamu nih, tapi janji ya?! Ini rahasia, kamu nggak boleh cerita kesiapa-siapa?! Kata si Nancy. Hmmm…. Kalo ke suami saya gimana?!” tawar Fatimah. Oh, gapapa kalo cuma ke suami kamu. Gini, saya mau ngasih kabar bagus, tanggal 30 bulan depan, saya akan menikah! Katanya sambil senyum. kemudian mereka masuk kembali. Setelah pulang, saat makan-makan bersama suaminya, si Fatimah bercerita pada suaminya seperti yang diceritakan Nancy tersebut. Maka, tertawalah suami Fatimah terbahak-bahak. Sudah! Sudah! Kamu tunggu disini.” Kata sang dosen, saya, bengong.

“Kamu, yang pake baju biru, sini.” Panggil pak Dosen dari depan pintu sama Ema.

“Ayo. Ceritakan ulang cerita tadi.” Perintahnya pada saya sambil pindah memberi jarak pada saya. Tuh kan, insting saya bener lagi. Maka, saya ceritakanlah kembali ke Ema cerita tadi sejauh yang saya inget.

“Sudah?!” tanya Dosen.

“Ya sudah, kamu masuk!” sayapun masuk.

“Kamu, sini!” Panggil dosen pada seorang mahasiswi lagi. Saya tau, si Ema pasti disuruh menceritakan lagi cerita dari saya tadi. Setelah selesai, mereka berdua di suruh masuk.

“Kamu, jangan duduk! Berdiri disitu dan ceritakan kembali cerita tadi ke temen-temen kamu.” Perintahnya sambil kemudian duduk di bangkunya, si Mahahsiswi, berdiri di depan kelas, menceritakan ulang cerita tadi.

“Ada dua karyawan perusahaan rokok. Namanya Nancy sama Fatimah. Fatimah sudah bersuami, sedangkan Nancy adalah perawan tua. Suatu hari pada tanggal 15 bulan Desember (what?! Desember?!), mereka bertemu di sebuah kantin. Nancy, bercerita pada Fatimah, kalau pada akhir bulan nanti, dia akan menikah. Setelah pulang, saat makan-makan, Fatimah bercerita pada suaminya. Bahwa pada akhir bulan ini, temennya Nancy akan menikah. Maka, tertawalah suaminya terbahak-bahak!” saya, bengong….

“Sudah?!” Tanya Dosen.

“Sudah Pak!”

“Yasudah, duduk, sang Mahasiswapun duduk.

“Bener ceritanya?!” Tanya sang Dosen sambil melihat ke arah saya.

“Ada yang beda Pak!” jawab saya.

“Jadi, cerita sebenarnya begini. Ada dua karyawan sebuah Perusahaan rokok…” bla bla bla… sang dosen menceritakan ulang. Si Mahasiswi tadi, senyum-senyum. saya juga bingung, kok bisa Januari jadi Desember?!

Singkat cerita sajalah, kalo diceritakan detail, saya khawatir 10 halaman gak cukup.

“Dari cerita tadi, kita bisa tau/mendapatkan satu pelajaran tentang pengajaran. Ada yang tau?!” tanyanya.

“Yaitu, dalam bahasa Madura-nya, I Hear, I Forget!” katanya, mencjawab sendiri. Ah, mulai lucu juga dosen ini, pikir saya.

“Apa?!” tanyanya pada mahasiswa.

“I hear, I Forget!” jawab kami serempak.

“Artinya, sebuah pelajaran, jika diberikan dengan ceramaaahh…saja. cuma suruh mendegarkaaan saja, maka, hanya akan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Belajar dengan cara tersebut, si murid akan cepat lupa!” jelasnya.

“Nah, lalu bagaimana cara pengajaran yang baik?! Selanjutnya terangkum dalam kalimat-kalimat bahasa Madura berikut. Yaitu:

I see, I remember! Apa?!” tanyanya lagi, bermaksud kami mengikutinya.

“I see, I remember!” jawab kami lagi serempak. Kemudian beliau menjelaskan maksudnya lagi.

“ dan terakhir, I do, I understand!”

“APA?!” tanyanya lantang.

“….”

Semua mata tertuju pada asal suara itu, bukan, bukan dari sang Dosen, tapi dari seonggok manusia di bangku pojok paling depan, Umar Rojana.

Hening.

(bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seize The Day/ Carpe Diem

"Bahasa Inggris: Pasif!"

“Misteri HP mati di Panderman”