Ngelamar Kerja

Kamis, 14 Oktober 2010, bertepatan dengan hari ulang tahun saya, saya pergi ke Surabaya berdasarkan informasi dari sahabat saya, Doni, untuk ngirimin lamaran ke IN, perusahaan yang bekerjasama dengan tel*** dan tel****** dalam penyediaan SDM call center bagi dua perusahaan telekomunikasi tsb, Doni sendiri sudah karyawan di call center 1xx tel****** sejak sekitar 10 bulanan yang lalu.

Saya berangkat sekitar pukul 8an, dalam perjalanan menuju Surabaya, di bus, saya merasa benar-benar melankolis. Saya duduk disamping jendela, melalui jendela Bus, saya memandangi pohon-pohon yang seakan berjalan ke belakang, sawah, rumah, pengamen, anak2 jalanan, semua seperti berjalan menjauh/ meninggalkan saya, bahkan saya merasa terperosok ke masa lalu saat video di samping supir memutarkan lagu “Rembulan Malam”nya Evie Tamala.

Sampai sekitar lawang kira-kira, ada seorang perempuan, gadis, berjilbab, naik. Saya sempat memperhatikan dia karena dia datang dari arah depan saya dan tingkahnya yang menarik. Hanya saja karena masih banyak bangku kosong, dia tidak teralu tertarik duduk disamping saya. Dan Buspun berjalan sebagaimana mestinya. Preet! Tidak terlalu banyak kejadian (selain perasaan) sampai Bus melewati pandaan, melewati japanan, melewati Lumpur, sampai di Bungurasih, sekitar seminggu yang lalu saya juga dari sini (atau sana ya?!) dari rumah kakak di Sidoarjo.

Dengan sepatu pantovel, celana kesempitan, batik yang dimasukkan yang sebenarnya saya tidak terllau merasa nyaman, saya turun dari Bus. Menuju Bus Jurusan Bratnag sebagaimana saran Doni, ntar disana di papak katanya. Baru saja beberapa meter saya keluar dari Bus, saya mendengar dan melihat kegaduhan dari pintu Bus. Kondektur, menarik-narik tas penumpang yang memberontak, kira-kira gini:

“Loh, opo sih?!” tanya kondektur dengan nada kaget ke arah seorang pemuda yang hendak naik. Dia memegangi tas sang penumpang. Sang penumpang memberontak (dengan tangannya)

“Opo iki?!” sang kondektur makin keras.

“OPO SIH?!” sang penumpang meronta.

“IKI LHO?! BALEKNO!!”

“OPOO SIHHH!!!” sang penumpang turun, menabrak sang mondektur, dan… lari.

“Ehh,, ehh,, COPEETT!! COPEETT!!!” ternyata…kejadian tadi itu, adalah sang kondektur yang memergoki pencopet melakukan aksinya, dan korbannya adalah, perempuan yang tadi saya ceritakan tsb. Perkiraan saya, beginilah kronolginya:

Jadi, saat penumpang antri/ berebut turun, termasuk perempuan itu, si copet mendesak-desak malah naik, dan saat si perempuan turun itulah dia melakukan aksinya. Apesnya, aksinya tertangkap mata sang kondektur yang juga standby di depan pintu. Terjadilah kejadian tadi.

Pencopet lari, sang kondektur berteriak,

“Copeett! Jambreett!!” beberapa orang, langsung refleks melihat ke arah pelarian sang copet dan mengejar. Saya (karena sudah agak jauh) hanya bisa melihat semua proses kejaidan itu. Untung saja copet itu lari berlawanan dari arah saya. Mirisnya, saya melihat seorang (ntah pedagang/ penumpang) malah minggir (ngasih jalan) saat melihat pencopet lari lewat di depannya, padahal sudah jelas orang-orang neriaki sang pelari itu. Dari arah sebelahnya, saya melihat dua petugas dishub langsung sigap mengejar juga, mungkin mencegat dari depan. Singkat cerita, katanya sih sang pencopet ketangkep juga. Kemudian terdengar suara peringatan hati-hati dari pengeras suara, dan saya melihat sang korban, gadis yang menarik itu, masuk pos Dishub dan diarahkan ke kantor di lantai 2, dan semua berjalan kembali sebagaimana mestinya….

Saya melanjutkan jalan menuju Bus Arah Bratang, kemudian menaikinya setelah bertanya sana-sini. Bus masih berhenti, menunggu penumpang penuh, lama juga. Tiba-tiba ada telpon dari kakak saya, biasa dengan nada marah-marahnya, ternyata dia di depan Masjid menunggu saya. Akhirnya sayapun turun lagi dan diantarkannyalah saya sampai depan Kantor IN, setelah bertanya-tanya pada Doni (sms dan telpon) dan istirahat untuk makan. Jam 12, kami sampai di depan kantor tersebut, dan….

Fuihh,,, ternyata, pelamarnya menggila, antriannya panjang dan berdesakan. Ratusan, bahkan mungkin mendekati seribu pelamar telah antri di depan dan di dalam. Saya keder. Awalnya saya pikir Doni ngasih Informasi dari orang dalam saja, ternyata katanya ada di iklankan di Jawa Pos juga, pantes! Tapi saya sudah di Surabaya, ada faktor “X” yang akan menentukan siapa yang diterima, saya pikir, yaitu, keberuntungan.

Setelah antri kaya orang ngambil sembako (desek-desekan, kringet keluar bercucuran) dan dapetin tiket Visitor saya masuk juga. Tapi sebelumnya saya ke belakaang (kantin) menemui Doni. Setelah masuk, di dalem, Antri Lagi!

Setelah berbagai perasan hinggap dan pergi menyaksikan penampilan2 pesaing saya, yang wah dan wah! apalagi para ceweknya, yang meyakinkan! Akhirnya saya dapat panggilan juga untuk wawancara, sudah cukup sepi waktu itu. Saya masuk dan diwawancara berdua, hal yang paling tidak saya suka. Dan benarlah, saya terlihat lebih gugup dan tidak menguasai pertanyaan-pertanyaan dibandiingkan lelaki yang duduk disamping saya, walau kadang jawabannya aneh, tapi sepertinya dia telah menyiapkan wawancara ini dengan sebenar-benarnya. Pertanyaanya seputar, ceritakan about your self, your experience, motivation, dan apa yang anda ketahui tentang telkom, telkomsel, call center, speedy, dkk tentu saja dengan bahasa Inggris, hal yang paling saya benci! karena saya gak bisa ngomong English.

“My motivation is, to give service and solution to customer if they have complain about our product or etc. Cz, I like hear a….a…a….. “curhat” from my frend.” Kata saya saat ditanya motivasi.

“I don’t know about speedy, coz I want to 116 call center telkomsel!” jawab saya waktu ditanya ttg speedy. Ancur abiss!

“Saya tunggu kabar baiknya pak!” kata-kata penutupan saya setelah wawancara selesai, dan sampai saya menulis cerita ini (Senin, 18 Oktober), kabar baik itu belum datang juga.

Setelah selesai, saya ketemu Doni lagi yang dari tadi SMS saya. Baru sebentar ngobrol-ngobrol ttg wawancara saya tadi, terlihatlah sesosok wanita yang sepertinya saya kenal turun dari lantai 2. She is, Wiwit!

“Waaaa….!!!” Dia setengah berlari kearah saya, merasa surprise ketemu disini dan hendak memeluk saya, tapi saya menghindar. dan kamipun ngobrol-ngobrol tentang pekerjaan mereka dan wawancara saya tadi. Sebelumnya, saya juga sudah diceritakan Doni kalo Wiwit katanya ada di sini sejak bulan Puasa kemaren.

Obrolanpun beralih ke warung sebelah kantor. Sambil minum es teh dan menuggu kakak saya menjemput, kami sekalian bernostalgia dan bercerita suka dukanya kerja di call center. Kata Dony, sering sekali dapet komplain tak jelas, tiba-tiba marah-marah aja, biasanya mereka yang ngaku dari sulawesi, NTT, NTB dan luar jawa lainnya, ada juga yang sok-sokan pake bahasa Inggris, biasanya dijawab oleh Doni

“Wis to, lek gak bisa bahasa Inggris Indonesiaan saja, opo Jowo?! Tak layani!” Pernah juga ada penelpon dari Papua katanya, udah Doni jelasin berulang-ulang dia gak ngerti2 juga, akhirnya Doni bilang,

“Yuadah, besok tanya dulu ke Bu Gurunya ya?! Jangan nelpon lagi kalo belum tanya!” orang, atau anak papua itu berumur 22 katanya, tapi masih SMA.

Bahkan Donipun bercerita, beberapa temannya yang nakal, yang masa kontraknya akan habis, biasanya lebih aneh lagi. Saat ada customer yang telpon, diangkatnya kemudian dia sambut:

“Halo, dengan Garuda Indonesia disini, mau pesan penerbangan mana Bapak? Untuk kapan dan berapa kursi?!” atau,

“Halo.. sedot WC –Amanah- disini, ada yang bisa dibantu?!” tentu saja sang penelpon bingung.

“Loh, ini call center Tel***** kan?!”

“Ohh.. bukan bapak/ibu, anda salah sambung.”

“Tut! Tut!” Sayapun tertawa ngakak. Dan jadi bener2 pengen bekerja disitu. :D

Pukul 5an, kakak saya datang, sayapun pamit pada Doni dan Wiwit, kami berpisah walaupun saya berharap bisa ketemu mereka lagi disana, tiap minggu bahkan kalau bisa (jika saja saya diterima). Petang menyelimuti langit Surabaya, saat saya meninggalkan kota itu menaiki TENTREM ber AC, tapi tariff biasa….

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seize The Day/ Carpe Diem

"Bahasa Inggris: Pasif!"

“Misteri HP mati di Panderman”