Lulusan "PREMAN" Malang

Pada suatu malam, dalam sebuah group BBM yang rata-rata anggotanya orang sunda,  saya mengirim message guyonan dengan bahasa jawa .
Kemudian ada seorang kawan katakanlah “y” yang menanggapi, “yang nulis gak tau toto.” Katanya.  Aku bales lagi, “Gudu aku.” Karena aku hanya copy paste, bukan yang nulis. Dia jawab lagi (seakan lebih jawa dari saya) “Dudu” bukan “gudu”, eh,, ada salah satu kawan lagi yang  orang sunda tulen (saya tau sekedar ceplos bercanda), “Jancoook” katanya. Kata-kata KHAS SURABAYA, atau jawa timur lah pada umumnya. Nah, si “Y” entah, saya nggak tau kondsinya seperti apa malam itu, mungkin karena terganggu atau lagi galau, “JANCOOK = JADAH SIA” katanya. Saya, yang kebetulan sudahsangat familiar dengan kata itu karena kebetulan 6 taun tinggal di Jawa timur, mencoba meluruskan. Bahwa kata JANCOOK nggak bisa dimaknai seperti itu, dan semata-mata berkonotasi negatif, bahkan sering digunakan sebagai bentuk keakraban di daerahnya. Eh, si “Y” yang mungkin lagi galau, nyeletuk lagi
“itulah jika Lulusan PREMAN MALANG” katanya. Saya tersinggung?! IYA, saya marah, nggak. Yang pasti, saya kemudian jadi berfikir ulang, AKU, LULUSAN PREMAN MALANG?!

Saya menengok ke belakang, 6 tahun yang lalu, saat saya datang ke Malang untuk menuntut ilmu di UNIVERSITAS ISLAM MALANG, saya ingat tujuan saya kesana adalah untuk belajar ilmu matematika dan agama, sehingga saat saya lulus nnti saya bukanlah lulusan preman. Selama setahun pertama, saya tinggal di ma’had, bahkan sayapun menyempatkan waktu untuk setoran hafalan Al Qur’an (walaupun sekarang nggak terlalu terpelihara) pada salah seorang Ning, saya sempat menyelesaikan juz pertama dan terakhir saat itu. Ditambah beberapa surat “penting”.  Saat itu, walaupun saya tidak terlalu suka, beberapa teman memanggil saya Ustadz, dan alhamdulilah tidak ada yang memanggil saya Preman.

Singkat cerita, berbagai pelajaran saya ikuti saat kuliah, dari studi Qur’an, Hadits, Filsafat Islam, Sejarah peradaban Islam, dll sbagai MKDU, dan tentu pelajaran matematika sebagai mata kuliah utama saya, Alhamdulillah, selama proses sampai saya Lulus 8 semster belum pernah ada yang menuduh / memanggil saya Preman.  Walaupun saat itu saya pernah aktif di LSM Pembinaan Anak Jalanan, tapi tidak pernah ada juga yang menuduh saya Preman. Karena di luar kampus, saya juga tinggal di masjid, membaktikan suara saya untuk Adzan memanggil jamaah shalat, hamper setiap waktu shalt tiba.

Lebih lanjut, setelah lulus kuliah saya kemudian bekerja di Surabaya, bersama teman-teman saya yang beragam saya bergaul. Dari situlah kemudian saya akrab (bukan kenal, karena jika kenal sudah sejak saat saya di malang dulu) dengan kata JANCOOK. Di Surabaya, ternyata bukan hanya preman yang suka ngomong Jancok, tukang dagang, karyawan kantor, bahkan beberapa sejarawan suka menggunakan kata-kata itu. Itu karena “JANCOOK” adalah salah satu produk budaya Jawa Timur, Surabaya khususnya katanya. Akhirnya saya lebih mengerti sejarah jancook, makna jancoook secara hakiki seperti apa, walaupun saya pribadi jarang juga menggunakannya kecuali saat ingat Surabaya.

Mengingat –ingat bagaimana pri kehidupan saya di suarabaya, sayapun tidak pernah kursus dan bergelut dalam dunia perpremananan. Bahkan setelah menikah dan memboyong istri saya kesana, di saat senggang saya membantu ngajarin anak-anak ngaji ba’da maghrib, di sebuah TPQ yang di prakarsai kakak kandung saya. Pernah juga saya diminta mengisi khutbah Jum’ah di masjid perumahan walaupun sifatnya menggantikan. Alhamdulilah, saya nggak pernah membunuh, terlibat perampokan, pembegalan, tawuran, maki-makian sama orang, tetangga, yang artinya saya TIDAK PANTAS disebut PREMAN.

Kehidupan saya yang seperti itu juga bukan sejarah, bukan masa lalu karena sampai sekarangpun saya masih menjalaninya, saya mengajari anak-anak ngaji ba’da ashar saat saya tinggal di jatiwangi, dari satu, dua hingga mencapai 15 anak, ngaji Qur’an bukan ngaji pencopetan atau perampokan, bahkan Idul Adha Kemarin saya diminta “membagi” ilmu saya untuk disampaikan di Mimbar Saat Shalat Idul Adha. Pekerjaan sayapun saya lakukan dengan jujur, di pabrik, bukan di pasar malakin supir angkot ataupun di terminal nipu calon penumpang.  Dan di BBM kemarin, ada seorang kawan yang “sudah” mengenal saya kurang dari 6 bulan, menghakimi saya LULUSAN PREMAN MALANG.  Sedih sekali rasanya.

Mungkin saya masih harus mempelajari sejarah saya barangkali disana ada bibit premanisme yang tumbuh saat ini, atau justru barangkali saya mempelajari sejarah dan watak kawan saya yang masih belum tau dan sok tau sehingga pantas, atau bisa dimaklumi saat dia mengeluarkan kata-kata yang menghakimi saya seperti itu.

 Sebagai kata penutup, siapapun yang membaca ini, mari kita tengok satu ayat Al Quran surat Al ‘Asr,
“Wa tawa shaubil khaq, wa tawa shaubis shabr.” agar kita masuk jadi orang-orang yang beruntung

Komentar


  1. Ungkapan jancok betmakna positif/negatif tergantung timing,di ucapkan pada kawan atau lawan

    BalasHapus
  2. kalau dari ceritanya itu pasti yang ngritik orang yang menguasai bahasa jawa daerah jawa tengah.kalau di jatim biasa bilang guduk (bukan dudu seperti bahasa jawa dialek jawa tengah), orang jawa timur biasa nya egaliter, kalau tidak suka ya bilang tidak suka...blak blak an saja.Jika ketemu kawan akrab pasti bilang :jancok yok opo kabarmu cok? tak kiro wes matek kon...(jancok, gimana kabarmu cok? aku pikir sudah mati kamu) adalah basa basi akrab ala surabaya dan beberapa daerah sekitarnya, yang tentunya didengar orang jawa di jawa tengah pasti "ANEH" (Sangat Kasar).Tapi jangan sekali kali jika bukan teman akrab, langsung ngomong Jancok, yok opo kabarmu cok? bisa bisa celurit langsung bersarang di leher...hehehhe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seize The Day/ Carpe Diem

"Bahasa Inggris: Pasif!"

“Misteri HP mati di Panderman”